Tentang Menjadi Murid & Cerita dari Kolong Tol di bilangan Jakarta Utara

Siang itu di bawah kolong tol di wilayah Utara Jakarta, berbincang seorang laki-laki setengah baya, dengan sukarelawan guru sekolah darurat.  Ia menceritakan kisah hidupnya 23 tahun silam, di kota K, di Jawa Barat.  Pernikahannya dengan sang istri baru berusia 8 bulan.  "Kata orang mah sedang hangat-hangatnya ya.." begitulah dia mengenang kehidupan pernikahan yang dimulai sejak Ia berusia 19 tahun dan sang istri berusia 17 tahun.  Dengan menatap langit-langit kolong tol, Ia melanjutkan ceritanya.  "Saya bermaksud memberikan kejutan buat istri, maka saya pulang, maksudnya teh mau makan siang, eh saya yang terkejut, ya intinya istri saya tidak setia, main serong sama orang lain, sakit ati pisan" ujarnya sedikit emosional mengingat masa-masa kelam itu.  Yah singkat cerita, istri saya dan selingkuhannya meninggal, saya dipenjara.  23 tahun berlalu, dan kini Ia telah dibebaskan.  Perasaan tidak berguna, perasaan bersalah silih berganti terus menuduhnya, berkali-kali berniat bunuh diri, rasanya hidup tidak ada arti dan tidak memiliki pengharapan.

Bulan Juni 2023, Ia melihat ada kurang lebih 5 orang datang ke area kolong tol, 4 orang yang lain belum pernah dilihatnya.  Satu dari antara mereka menyapanya, mengajak bicara, dan menanyakan apakah harapannya jika ada sekolah tiap hari Sabtu.  Ia terkejut ada orang yang dilihatnya lebih berpendidikan kok menanyakan hal penting kepadanya?  Namun Ia terdiam, menunduk tidak berani menjawab.   "Parkir di tempat ini susah ya pak? bolehkah nanti bapak bantu kami untuk koordinir parkiran?"  Dia melihat ke kanan kiri, dan masih tertunduk diam.  "Lahh kok bapak malah diem aja, saya minta tolong, bapak nanti jadi tim kami, yang ngatur parkiran, bisa?" tanya orang itu sekali lagi.   "Saya?" Ia memastikan.  "Iya dong, bapak, nanti jadi tim RBA ya, mengatur parkir temen-temen relawan, kita semua ini relawan, yang mau mengajar anak-anak, supaya mendapat pendidikan yang sama dengan anak-anak yang lain, gimana, bisa?".  Seumur hidup, ini kali pertama ada orang yang memercayakan satu tugas untuknya.  "Minggu depan Saya ke sini lagi, bapak sudah ada jawaban ya?" si bapak pun mengangguk, masih dengan keraguan yang sama.

Oktober 2023, Akhirnya RBA dimulai.  Dan betul, saya yang mengatur parkir mobil dan motor guru-guru yang katanya sukarelawan.  Mereka menjadi guru, sebetulnya pekerjaan mereka bukan guru,  mereka rela datang hari Sabtu untuk mengajar tidak dibayar.  Saya membantu angkat-angkat barang, mengintip kegiatan mengajar.  Tiap mereka pulang, mereka menyapa, memberikan makanan ringan dan menanyakan kabar dengan tulus.  

Bulan Desember 2023,  mereka mengadakan pemeriksaan kesehatan.  Hari itu ramai sekali anak-anak dari kampung sebelah pun datang memeriksakan kesehatan.  Ada Bazaar pakaian, pembagian makanan sehat.  Tiba-tiba muncul pemikiran, beginilah cara menjadi berguna buat orang lain.  Sejak itu, terbersit harapan dalam hati saya.  Sejak itu saya mengharapkan hari Sabtu, untuk bisa memanfaatkan hidup saya dengan menjadi berguna bagi orang lain.  Minggu, 17 Desember 2023, relawan yang pertama kali mengajak saya bergabung dengan RBA, datang mengunjungi saya.   Dia mengajak saya mengunjungi rumah anak-anak.  Dia mengenalkan saya sebagai bagian dari tim mengajarnya.  Setelah itu, sempat ngobrol sana-sini, lalu saya menceritakan kisah hidup di masa lalu, dan dia menceritakan adiknya yang sedang sakit.  Dia minta izin untuk mendoakan saya, dan saya mengizinkan.  Rasanya tenang karena ada orang yang melihat saya sebagai orang yang berguna untuk orang lain, dan tentu senang bisa menjadi bagian dari guru-guru.  Saya bukan guru, peran saya mengamankan kendaraan guru-guru itu.

______________________________________________________________________________

Inilah salah satu dari sekian banyak cerita kolong tol.  Menurut orang-orang di sekitarnya, bapak ini berubah, menjadi lebih ceria, ramah, dan optimis menjalani kehidupan, terlihat dia mulai rutin melakukan kegiatan.  Bahkan tiap hari Sabtu, Ia membantu mempersiapkan tempat mengajar.   Setiap kami para relawan datang mengajar, dia pun dengan sigap menyiapkan tempat parkir, menjalankan perannya dengan sebaik yang dia bisa.  Relawan guru, anak-anak kolong, orang-orang disekitar, sedang menuliskan kisah perjalanan menjadi murid. 

Awalnya, RBA mengadakan pelayanan pendidikan-kesehatan buat anak-anak yang tinggal di bawah kolong tol.  Lama-lama dampaknya bukan hanya untuk anak-anak, namun juga dirasakan warga sekitar.  RBA diawali dengan niat setiap relawan menghayati perannya menjadi murid Tuhan.  Setiap murid berinteraksi dengan Firman Tuhan, menghayati Firman Tuhan itu, dan mewujudkan dalam bentuk kasih kepada sesama yang memerlukan perhatian dan keadilan dalam memperoleh pendidikan.   Seperti kalimat bijak St. Fransiskus Asisi, "Mulailah dengan melakukan apa yang diperlukan; lalu lakukan apa yang mungkin untuk dilakukan; dan pada akhirnya kamu dapat melakuan hal yang kelihatannya mustahil."

Saat pertama kali berkunjung, melihat situasi, diskusi dengan warga, masih belum tergambar bentuk jelas dari pelayanan di kolong tol ini, mengikuti pimpinan Tuhan, membuka ruang belajar, pada akhirnya dapat memberkati bukan hanya anak-anak, namun juga warga sekitar, bahkan orang-orang yang berwenang pun turut terinspirasi melakukan perbuatan baik.  Efesus 2:10 "Karena kita ini buatan Allah, diciptakan dalam Kristus Yesus untuk melakukan pekerjaan baik, yang dipersiapkan Allah sebelumnya.  Ia mau, supaya kita hidup di dalamnya."   (RL-SDG)

Comments