- Get link
- X
- Other Apps
© Bacaan Alkitab: Bilangan 19: 1-22
Air pentahiran
1, TUHAN berfirman kepada Musa dan Harun:
2, "Inilah ketetapan hukum yang diperintahkan TUHAN dengan berfirman: Katakanlah kepada orang Israel, supaya mereka membawa kepadamu seekor lembu betina merah yang tidak bercela, yang tidak ada cacatnya dan yang belum pernah kena kuk.
3, Dan haruslah kamu memberikannya kepada imam Eleazar, maka lembu itu harus dibawa ke luar tempat perkemahan, lalu disembelih di depan imam.
4, Kemudian imam Eleazar harus mengambil dengan jarinya sedikit dari darah lembu itu, lalu haruslah ia memercikkan sedikit ke arah sebelah depan Kemah Pertemuan sampai tujuh kali.
5, Sesudah itu haruslah lembu itu dibakar habis di depan mata imam; kulitnya, dagingnya dan darahnya haruslah dibakar habis bersama-sama dengan kotorannya.
6, Dan imam haruslah mengambil kayu aras, hisop dan kain kirmizi dan melemparkannya ke tengah-tengah api yang membakar habis lembu itu.
7, Kemudian haruslah imam mencuci pakaiannya dan membasuh tubuhnya dengan air, sesudah itu masuk ke tempat perkemahan, dan imam itu najis sampai matahari terbenam.
8, Orang yang membakar habis lembu itu haruslah mencuci pakaiannya dengan air dan membasuh tubuhnya dengan air, dan ia najis sampai matahari terbenam.
9, Maka seorang yang tahir haruslah mengumpulkan abu lembu itu dan menaruhnya pada suatu tempat yang tahir di luar tempat perkemahan, supaya semuanya itu tinggal tersimpan bagi umat Israel untuk membuat air pentahiran; itulah penghapus dosa.
10, Dan orang yang mengumpulkan abu lembu itu haruslah mencuci pakaiannya, dan ia najis sampai matahari terbenam. Itulah suatu ketetapan untuk selama-lamanya bagi orang Israel dan bagi orang asing yang tinggal di tengah-tengahmu.
11, Orang yang kena kepada mayat, ia najis tujuh hari lamanya.
12, Ia harus menghapus dosa dari dirinya dengan air itu pada hari yang ketiga, dan pada hari yang ketujuh ia tahir. Tetapi jika pada hari yang ketiga ia tidak menghapus dosa dari dirinya, maka tidaklah ia tahir pada hari yang ketujuh.
13, Setiap orang yang kena kepada mayat, yaitu tubuh manusia yang telah mati, dan tidak menghapus dosa dari dirinya, ia menajiskan Kemah Suci TUHAN, dan orang itu haruslah dilenyapkan dari Israel; karena air pentahiran tidak disiramkan kepadanya, maka ia najis; kenajisannya masih melekat padanya.
14, Inilah hukumnya, apabila seseorang mati dalam suatu kemah: setiap orang yang masuk ke dalam kemah itu dan segala yang di dalam kemah itu najis tujuh hari lamanya;
15, setiap bejana yang terbuka yang tidak ada kain penutup terikat di atasnya adalah najis.
16, Juga setiap orang yang di padang, yang kena kepada seorang yang mati terbunuh oleh pedang, atau kepada mayat, atau kepada tulang-tulang seorang manusia, atau kepada kubur, orang itu najis tujuh hari lamanya.
17, Bagi orang yang najis haruslah diambil sedikit abu dari korban penghapus dosa yang dibakar habis, lalu di dalam bejana abu itu dibubuhi air mengalir.
18, Kemudian seorang yang tahir haruslah mengambil hisop, mencelupkannya ke dalam air itu dan memercikkannya ke atas kemah dan ke atas segala bejana dan ke atas orang-orang yang ada di sana, dan ke atas orang yang telah kena kepada tulang-tulang, atau kepada orang yang mati terbunuh, atau kepada mayat, atau kepada kubur itu;
19, orang yang tahir itu haruslah memercik kepada orang yang najis itu pada hari yang ketiga dan pada hari yang ketujuh, dan pada hari yang ketujuh itu haruslah ia menghapus dosa orang itu; dan orang yang najis itu haruslah mencuci pakaiannya dan membasuh badannya dengan air, lalu ia tahir pada waktu matahari terbenam.
20, Tetapi orang yang telah najis, dan tidak menghapus dosa dari dirinya, orang itu harus dilenyapkan dari tengah-tengah jemaah itu, karena ia telah menajiskan tempat kudus TUHAN; air pentahiran tidak ada disiramkan kepadanya, jadi ia tetap najis.
21, Itulah yang harus menjadi ketetapan bagi mereka untuk selama-lamanya. Orang yang menyiramkan air penyuci itu, ia harus mencuci pakaiannya, dan orang yang kena kepada air penyuci itu, ia menjadi najis sampai matahari terbenam.
22, Segala yang diraba orang yang najis itu menjadi najis dan orang yang kena kepadanya menjadi najis juga sampai matahari terbenam."
© Renungkanlah
Hallo guys, Yuk kita Sate. Baru baru ini kan media sosial dipenuhi dengan berita kematian ayah dari salah satu influencer. Kebetulan aku pernah bekerja sama dengan bapak tersebut tuh, di sebuah gereja di Surabaya. Wah, saat mendengar beliau RIP, rasanya kaget, juga sedih sih, karena umurnya relatif muda. Jadi guys, kenapa membuka SaTe ini dengan fenomena kematian beliau, adalah karena kita bisa melihat bagaimana istri dan anak anaknya sedih kehilangan sosok beliau (walaupun tetap memiliki pengharapan dalam TUHAN). Kayak hari itu tiba tiba Netizen jadi tersadarkan bahwa realitas kematian itu beneran nyata, dan ketika waktunya tiba manusia nggak bisa lari darinya.
Bayangkan kalau kamu hidup di zaman Musa. Setiap kali ada yang meninggal di tengah perkemahan Israel, semua orang panik. Nggak cuman karena berduka, tapi karena kematian dianggap membawa kenajisan. Siapa pun yang menyentuh mayat, bahkan cuma lewat di dekatnya, harus keluar dari perkemahan. Mereka nggak bisa ikut ibadah, nggak bisa tinggal bareng keluarga, dan harus menjalani proses pemurnian tujuh hari.
Kedengarannya ribet banget, ya? Tapi lewat aturan main itu, Tuhan sedang ngajarin sesuatu yang dalem banget: “Aku kudus, dan Aku nggak kompromi dengan kematian.” Buat Allah, kematian itu bukan cerita tentang akhir hidup manusia aja, tapi juga tanda rusaknya ciptaan karena dosa. Tapi di tengah kenyataan pahit itu, Tuhan nggak tinggal diam. Beliau memberi solusi jalan supaya umat-Nya tetap bisa hidup dekat dengan Dia, meski dunia di sekitar mereka penuh kematian. Ritual “air pentahiran” di Bilangan 19 jadi tanda bahwa Tuhan masih menyediakan pemulihan, bahkan di tengah kematian.
Ayat 1–2. Pasal ini dibuka dengan formula khas: “TUHAN berfirman kepada Musa dan Harun.” Well guys, penambahan nama Harun menunjukkan bahwa topik ini menyentuh jantung pelayanan imam, pemurnian dan kekudusan. Tuhan sedang berbicara tentang sesuatu yang menyentuh inti relasi antara yang ilahi dengan manusia: bagaimana yang najis bisa kembali mendekat pada yang kudus.
Ayat 2b–10, Seekor lembu betina merah a.k.a. red heifer dipilih dengan sangat spesifik: tidak bercela, belum pernah dipakai untuk bekerja, dan berwarna merah darah. Warna inigak dipilih asal-asalah atau kebetulan. Warna merah melambangkan darah kehidupan, kontras dengan kematian yang membawa najis. Dalam ritual ini, simbol darah, kehidupan, menjadi senjata melawan kematian.
Imam Eleazar, bukan Harun, yang mengawasi penyembelihan lembu itu di luar perkemahan. Ini signifikan: di luar perkemahan adalah wilayah “kematian” dan kenajisan, tempat penderita kusta dan orang berdosa dikirim. Di sanalah Tuhan memulai pemurnian, di wilayah yang gelap, najis, dan jauh dari kemah kudus. Pemurnian Allah selalu dimulai di tempat kematian.
Abu lembu merah ini akan menjadi sumber air pentahiran yang dapat dipakai berulang kali. Kaget gak? Hah??? How come abu jadi air??? lha kok bisa? Gini guys, si abu itu dikumpulin lalu disimpan di tempat yang kudus. Nah, Kalau nanti ada orang yang kena kenajisan karena kematian, mereka nggak perlu mengulang pengorbanan lembu lagi. Imam tinggal ambil sedikit abu itu, mencampurnya dengan air mengalir (atau air hidup, artinya air dari sumber alami seperti mata air). Campuran itu disebut “air pentahiran” (Ibrani: mê niddāh) , secara harfiah berarti “air penghapus dosa atau kenajisan.”
Ketika abu yang berasal dari korban itu dicampur dengan air, makna korban dan darah yang membersihkan itu “ditransfer” secara simbolis ke air tersebut. Jadi, air itu menjadi media penyucian yang bisa dipakai berulang kali untuk menandakan pembersihan dari kenajisan akibat kematian.
Dengan kata lain:
-
Abu melambangkan pengorbanan yang sudah dilakukan (jejak darah dan korban).
-
Air hidup melambangkan kehidupan dan pemulihan yang datang dari Allah.
-
Ketika keduanya dicampur, lahirlah simbol yang kuat: kehidupan (air) yang membawa kuasa penyucian dari korban (abu).
Dengan demikian, umat Israel nggak perlu berulang kali mempersembahkan korban setiap kali ada orang yang RIP. Allah menyediakan sarana yang “berkelanjutan” kayak seolah-olah efek dari pengorbanan itu tetap bekerja di tengah kehidupan mereka. Ritual ini menjadi tanda bahwa kasih karunia Allah nggak abis abis hanya karena umat-Nya sering terpapar oleh kematian dan dosa.
Menariknya, semua yang terlibat dalam proses ini baik itu imam, pembakar, pengumpul abu, menjadi najis. Ironis, bukan? Mereka melakukan pekerjaan kudus, tetapi justru terkena dampak kenajisan. Well guys, “Ritual ini menyingkapkan paradoks pemurnian: orang yang menolong menyucikan orang lain harus menanggung najis itu sebentar.” Seakan Tuhan berkata, “Penyucian itu tidak murah. Seseorang harus menanggung najis itu agar orang lain bisa menjadi tahir.”
Ayat 11–13, Siapa pun yang bersentuhan dengan mayat menjadi najis selama tujuh hari. Kematian menular, menembus batas kemah, menodai tempat kudus. Air pentahiran, yang dibuat dari abu lembu merah, harus dipercikkan pada hari ketiga dan ketujuh. Dua kali, melambangkan kesempurnaan penyucian dan menunjukkan betapa seriusnya dampak dosa dan kematian. Jika seseorang menolak disucikan, ia harus dilenyapkan karena ia menolak anugerah yang disediakan untuk membersihkan dirinya.
Ayat 14–22, Bagian ini merinci berbagai situasi kenajisan akibat kematian, di dalam kemah, di medan perang, bahkan karena tulang atau kubur. Semua menunjukkan bahwa kematian adalah musuh yang meresap ke setiap sisi kehidupan manusia. Ritual pemercikan dengan air dan abu melambangkan kehidupan baru yang memulihkan persekutuan dengan Allah. Namun ironinya tetap sama: orang yang melakukan penyucian itu sendiri menjadi najis sampai matahari terbenam. Penyucian selalu menuntut pengorbanan seseorang yang bersih.
Ritual lembu merah ini menubuatkan Kristus—yang suci tanpa cacat, dibakar di luar perkemahan, menanggung kenajisan agar kita dimurnikan. Penulis Ibrani mengaitkannya langsung:
“Betapa lebihnya darah Kristus, yang oleh Roh yang kekal telah mempersembahkan diri-Nya sendiri kepada Allah sebagai persembahan yang tak bercacat, akan menyucikan hati nurani kita dari perbuatan-perbuatan yang sia-sia, supaya kita dapat beribadah kepada Allah yang hidup.” (Ibrani 9:13–14)
Yesus adalah “lembu merah” yang sejati. Ia keluar “di luar pintu gerbang” (Ibr. 13:12) , tempat pembuangan, tempat kematian, tempat najis, dan di sanalah Ia mati untuk menyucikan kita. Ia menanggung kenajisan kita supaya kita dapat mendekat kepada Allah. Di salib, Yesus bukan hanya menyentuh kematian, Ia mengalahkannya. Darah-Nya bukan hanya menutupi najis kita, tapi menggantikannya dengan hidup baru.
Ritual air pentahiran ini adalah bayangan; salib Kristus sesuatu yang nyata. Abu lembu merah hanya membersihkan tubuh; darah Kristus membersihkan hati. Seperti air dan abu itu dipercikkan pada hari ketiga dan ketujuh, Kristus bangkit pada hari ketiga—menandai penyucian dan kebangkitan bagi semua yang percaya.
© Refleksikanlah
Kematian bukan hanya akhir hidup kita di dunia, tapi simbol dari segala sesuatu yang rusak dan memisahkan kita dari Allah yakni dosa, kebiasaan lama, inner child, atau kompromi yang diam-diam mematikan hidup rohani kita. Tapi kabar baiknya: Kristus telah datang ke “luar perkemahan” hidupmu. Kristus datang ke tempat najis itu dan berkata, “Aku mau, jadilah engkau tahir.”
Hari ini, renungkan: adakah bagian hidupmu yang perlu disucikan kembali? Mungkin luka batin yang belum sembuh, atau dosa yang terus kau sembunyikan. Tuhan memanggilmu untuk datang. Karena hanya Dialah yang sanggup mengubah abu menjadi kemurnian, air mata menjadi sukacita, dan kematian menjadi hidup.
Yuk, hidup kudus karena kita telah disucikan oleh Kristus yang rela menanggung najis kita.
© Pertanyaan Reflektif
Apa yang kamu pelajari tentang karakter Allah dari cara-Nya mengatur penyucian di Bilangan 19?
Dalam hal apa kamu perlu kembali disucikan oleh Kristus?
Bagaimana kamu bisa memelihara hidup kudus di tengah dunia yang penuh “kenajisan modern”?
Apa artinya bagimu bahwa Kristus rela "menjadi najis" agar kamu bisa kembali suci?
© Berdoalah sesuai Firman
Tuhan Yesus, Dikaulah lembu merah yang sejati, yang menanggung kenajisanku di luar perkemahan hidupku. Dikau membayar harga agar aku bisa menjadi kudus dan dekat dengan-Mu. Tolong aku hari ini untuk tidak bermain-main dengan dosa, tapi menghargai darah-Mu yang mahal. Sucikan hatiku, perbarui pikiranku, dan jadi hidupku hanya untuk-Mu.Amin
Tetap semangat guys, Tuhan Yesus beserta kita,#kamugaksendiri #TuhanYesusBesertamu *RL-SDG*
- Get link
- X
- Other Apps
Comments
Post a Comment