- Get link
- X
- Other Apps
© Bacaan Alkitab: Bilangan 22: 21-35
Keledai Bileam dan Malaikat TUHAN
21, Lalu bangunlah Bileam pada waktu pagi, dipelanainyalah keledainya yang betina, dan pergi bersama-sama dengan pemuka-pemuka Moab.
22, Tetapi bangkitlah murka Allah ketika ia pergi, dan berdirilah Malaikat TUHAN di jalan sebagai lawannya. Bileam mengendarai keledainya yang betina dan dua orang bujangnya ada bersama-sama dengan dia.
23, Ketika keledai itu melihat Malaikat TUHAN berdiri di jalan, dengan pedang terhunus di tangan-Nya, menyimpanglah keledai itu dari jalan dan masuk ke ladang. Maka Bileam memukul keledai itu untuk memalingkannya kembali ke jalan.
24, Kemudian pergilah Malaikat TUHAN berdiri pada jalan yang sempit di antara kebun-kebun anggur dengan tembok sebelah-menyebelah.
25, Ketika keledai itu melihat Malaikat TUHAN, ditekankannyalah dirinya kepada tembok, sehingga kaki Bileam terhimpit kepada tembok. Maka ia memukulnya pula.
26, Berjalanlah pula Malaikat TUHAN terus dan berdirilah Ia pada suatu tempat yang sempit, yang tidak ada jalan untuk menyimpang ke kanan atau ke kiri.
27, Melihat Malaikat TUHAN meniaraplah keledai itu dengan Bileam masih di atasnya. Maka bangkitlah amarah Bileam, lalu dipukulnyalah keledai itu dengan tongkat.
28, Ketika itu TUHAN membuka mulut keledai itu, sehingga ia berkata kepada Bileam: "Apakah yang kulakukan kepadamu, sampai engkau memukul aku tiga kali?"
29, Jawab Bileam kepada keledai itu: "Karena engkau mempermain-mainkan aku; seandainya ada pedang di tanganku, tentulah engkau kubunuh sekarang."
30, Tetapi keledai itu berkata kepada Bileam: "Bukankah aku ini keledaimu yang kautunggangi selama hidupmu sampai sekarang? Pernahkah aku berbuat demikian kepadamu?" Jawabnya: "Tidak."
31, Kemudian TUHAN menyingkapkan mata Bileam; dilihatnyalah Malaikat TUHAN dengan pedang terhunus di tangan-Nya berdiri di jalan, lalu berlututlah ia dan sujud.
32, Berfirmanlah Malaikat TUHAN kepadanya: "Apakah sebabnya engkau memukul keledaimu sampai tiga kali? Lihat, Aku keluar sebagai lawanmu, sebab jalan ini pada pemandangan-Ku menuju kepada kebinasaan.
33, Ketika keledai ini melihat Aku, telah tiga kali ia menyimpang dari hadapan-Ku; jika ia tidak menyimpang dari hadapan-Ku, tentulah engkau yang Kubunuh pada waktu itu juga dan dia Kubiarkan hidup."
34, Lalu berkatalah Bileam kepada Malaikat TUHAN: "Aku telah berdosa, karena aku tidak mengetahui, bahwa Engkau ini berdiri di jalan menentang aku. Maka sekarang, jika hal itu jahat di mata-Mu, aku mau pulang."
35, Tetapi Malaikat TUHAN berfirman kepada Bileam: "Pergilah bersama-sama dengan orang-orang itu, tetapi hanyalah perkataan yang akan Kukatakan kepadamu harus kaukatakan." Sesudah itu pergilah Bileam bersama-sama dengan pemuka-pemuka Balak itu.
"Renungkanlah”
Hello Guys,Yuk kita SaTe. Ayat 21–23, Bileam bangun pagi, semangat banget karena tawaran Balak sudah ada di kantong. Ia mempersiapkan keledai betinanya, mungkin dengan bayangan hadiah besar di kepala. Namun ayat berikutnya adalah plot twist besar: murka Allah bangkit.
Tuhan mengizinkannya pergi, tetapi mengizinkan bukan berarti menyetujui.
Allah melihat hati Bileam: ambisi, cinta uang, dan keinginan mengontrol kehendak ilahi. Maka Malaikat TUHAN berdiri menghadang, sebagai lawan. Ironisnya, yang melihat adalah… keledainya.
Keledai itu melihat pedang terhunus di tangan Malaikat TUHAN dan keluar dari jalan.
Bileam?
Si “pelihat”?
Si “peramal terkenal wilayah Efrat”?
Zero discernment.
Dia malah memukul hewannya sendiri.
Ayat 24–27, Ruang semakin sempit. Kebun anggur di kiri-kanan. Jalan menipis. Malaikat TUHAN mendekat. Keledainya menekan diri ke tembok sampai kaki Bileam terjepit. Lagi-lagi: dipukul.
Ketiga kalinya? Jalan super sempit, tidak bisa belok kanan atau kiri. Keledainya tersungkur.
Dan Bileam, yang harusnya nabi profesional, meledak dalam amarah dan memukul keledainya pakai tongkat.
Kisah ini sangat satir. Dalam dunia kuno, tongkat bisa dipakai untuk: mencari “tanda-tanda ilahi”, menentukan arah, atau mengetahui “kehendak para dewa.” Kalau benar Bileam memakai tongkat semacam itu, ironi ini makin pedas: Kayak sang ahli sihir ga bisa membaca tanda ilahi yang bahkan dilihat seekor keledai. I mean, keledainya bisa liat ada malaikat, si "pelihat" malah gak bisa liat, kan kebolak balik ya.
Ayat 28–30, Tuhan membuka mulut keledai.
Ia bertanya:
“Apa salahku sampai kamu memukul aku tiga kali?”
Dan anehnya, Bileam tidak terkejut.
Ia malah menjawab balik, seolah percakapan dengan keledai adalah hal wajar di pagi hari.
Bileam berkata, “Kalau aku punya pedang, aku bunuh kamu!”
Midrash mengejek bagian ini:
“Bileam ingin menghancurkan seluruh bangsa dengan mulutnya.
Tapi untuk membunuh seekor keledai saja dia butuh pedang.”
Ironi makin tebal: pedang itu sudah ada, tapi sasarannya bukan keledai. Malaikat TUHAN berdiri tepat di depannya dengan pedang terhunus.
Keledai itu bahkan berkata, “Pernahkah aku melakukan ini?”
Bileam harus jujur: “Nggak.”
Di bagian ini kita melihat, hewan lebih rasional daripada manusia yang sedang dikuasai ambisi.
Ayat 31–33, Tuhan membuka mata Bileam. Ia melihat Malaikat TUHAN, langsung sujud.
Baru sekarang ia sadar: dirinya hampir mati.
Malaikat TUHAN menegurnya:
“Jalanmu menuju kebinasaan…
Kalau keledaimu tidak menyimpang, engkau sudah Kubunuh.”
Ironi lagi-lagi muncul:
Bileam ingin membunuh keledainya, tapi justru keledai itu menjadi penyelamat hidupnya.
Yang ia anggap bodoh justru alat keselamatan Tuhan.
Ayat 34–35, Bileam berkata, “Aku telah berdosa.”
Kayak kalimatnya bener banget ya. Padahal sebenernya Bileam hanya sadar karena Ia hampir mati. Ia tidak menyebut dosa apa, tidak menyebut ketamakan atau motivasinya yang salah.
Ia berkata, “Kalau ini jahat di mata-Mu, aku mau pulang.”
Padahal Tuhan sudah tiga kali menahan dia melalui keledainya.
Bileam masih berharap bahwa boleh jadi Tuhan mengizinkannya dengan syarat lainnya, menghadeh.
Malaikat TUHAN tidak berdebat panjang. Perintahnya jelas:
“Pergi.
Tapi hanya kata-kata-Ku yang boleh kaukatakan.”
Allah menegaskan:
Bileam boleh bergerak, tetapi tidak boleh berkuasa.
Ia boleh ikut perjalanan, tetapi Tuhan memegang kendali narasi.
Allah bisa memakai Bileam, bahkan dalam kondisi hatinya yang tidak lurus, untuk menyatakan berkat-Nya atas Israel. Woww Alalh gak dibatasi dengan kekuatan manusia ya guys.
Dalam kisah Bileam, kita melihat seorang “pelihat” yang buta, seorang “nabi” yang keras hati, dan seekor keledai yang menjadi alat keselamatan.
Tetapi semua itu menunjuk kepada Kristus dengan cara yang indah:
-
Kristus adalah Pelihat sejati yang matanya selalu terbuka.
Berbeda dari Bileam, Yesus tidak pernah buta terhadap kehendak Bapa.
Ia berkata, “Anak tidak dapat mengerjakan apa-apa dari diri-Nya sendiri.” (Yoh. 5:19) -
Kristus tidak hanya melihat Malaikat TUHAN; Ia adalah Tuhan yang hadir menyelamatkan.
Bila malaikat berdiri sebagai lawan untuk menghukum, Kristus berdiri sebagai Penanggung hukuman bagi umat-Nya. -
Bileam diselamatkan oleh keledainya; umat manusia diselamatkan oleh Kristus yang ditolak oleh dunia.
Dunia menganggap Yesus remeh: “seperti keledai”, tetapi justru melalui-Nya kita luput dari pedang penghukuman Allah. -
Kristus taat sepenuhnya, bahkan ketika jalan semakin sempit menuju salib.
Di mana Bileam keras hati, Yesus taat dan menguduskan Bapa-Nya sampai akhir.
Akhirnya, kisah ini mengingatkan kita:
✨ Berhala ambisi membuat kita buta. Kristus membuat kita melihat kembali.
Dia membuka mata rohani kita agar kita dapat melihat jalan yang benar, jalan yang menuju hidup, bukan kebinasaan. Terimakasih Tuhan Yesus!
© Refleksikanlah
Guys, jujur aja, ini salah satu bagian Alkitab yang paling ngena sekaligus lucu-ironi.
Bileam, figur profesional, terkenal, dan dianggap sakti, ternyata buta total akan jalan Tuhan. Tapi keledainya, makhluk yang dianggap rendah, justru peka terhadap kehadiran malaikat.
Kisah hidup kita pribadi sesekali juga begitu, ga sih?
Ambisi, rasa ingin membuktikan diri, tekanan hidup, bahkan pelayanan…
bisa membuat kita ngotot jalan terus, padahal Allah sedang menghadang karena jalan itu membawa kita menuju kebinasaan.
Kadang Dia bicara lewat “keledai-keledai” dalam hidup kita:
-
teguran orang sederhana
-
keadaan yang menghambat
-
peringatan kecil yang membuat kita berhenti
-
Perasaan tidak damai
-
bahkan kegagalan atau pintu tertutup
Tapi justru di situ ada kasih Tuhan.
Ia lebih memilih membuat kita berhenti, kayak digambarkan di teks ini dengan menjepit kaki kita, atau menjatuhkan kita… daripada membiarkan kita binasa.
Dan ketika mata Bileam dibuka, responnya sederhana: ia sujud.
Sujud adalah titik balik untuk menyadari bukan karena kita hebat, tetapi karena Tuhan baik.
© Pertanyaan Reflektif
Bagian mana dari kisah ini yang paling menggambarkan kondisi hatimu saat ini—keras kepala, buta rohani, atau sedang dihadang Tuhan?
Siapa atau apa “keledai” dalam hidupmu—alat Tuhan yang sering kamu abaikan atau marahi tapi sebenarnya menyelamatkanmu?
Apa jalan yang kamu tahu menuju kebinasaan tetapi masih kamu pertahankan karena ambisi atau keinginan pribadi?
Bagaimana kebenaran bahwa Tuhan mengawal langkahmu dan tidak membiarkanmu tersesat memberi penghiburan hari ini?
© Berdoalah sesuai Firman
Tuhan, bukakan mataku untuk melihat jalan-Mu.
Lembutkan hatiku agar aku tidak keras kepala seperti Bileam.
Terima kasih untuk setiap “keledai” yang Dikau pakai untuk menolong dan menegurku.
Ajar aku berjalan di jalan-Mu, taat pada suara-Mu, dan hanya mengatakan dan melakukan apa yang Dikau kehendaki.
Dalam nama Yesus, Sang Terang yang membuka mata orang buta, aku berdoa. Amin.
Tetap semangat guys, Tuhan Yesus beserta kita,#kamugaksendiri #TuhanYesusBesertamu *RL-SDG*
- Get link
- X
- Other Apps
Comments
Post a Comment